Berita

Detail Berita
package-place
16 Nov 2023
Ringkasan Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Drs. Paripurna P. Sugarda, S.H., M.Hum., LL.M

Pidato ini diawali dengan concern besar terhadap status kekayaan negara yang dipisahkan yang kemudian ditanamkan ke dalam Persero sebagai modal yang tetap dianggap sebagai bagian dari keuangan/kekayaan negara. Dampak dari anggapan yuridis tersebut menghalangi kebebasan manajemen untuk mengambil keputusankeputusan bisnis berdasarkan prinsip-prinsip bisnis. Akibatnya, pengelolaan Perseroan menjadi tidak optimum dan tentu saja Perseroan menjadi “less attractive” bagi investor, yang pada gilirannya tidak optimal mendukung pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menyadari kenyataan kemajuan pengaturan BUMN yang berorientasi kepada profesionalisme, serta mengarah pada penciptaan kultur manajemen BUMN melalui standar-standar yang lazim berlaku dalam dunia pengelolaan usaha, maka sudah saatnya ketaatan terhadap asas-asas, norma-norma, teori dan kaidah-kaidah hukum menjadi solusi agar tercapai haromonisasi hukum agar selaras dengan adagium aequum et bonun est lex legume sehingga tujuan Perseroan dapat lebih optimal.

 

Terdapat tiga pokok masalah dari adanya anggapan yuridis bahwa kekayaan negara yang dipisahkan yang ditanamkan sebagai modal Perseroan merupakan bagian dari keuangan/kekayaan negara. Pertama, adalah pemahaman bahwa kekayaan negara yang dipisahkan yang ditanamkan sebagai modal Perseroan merupakan kepanjangan tangan pemerintah. Kedua, adanya pemahaman bahwa kekayaan negara yang dipisahkan yang ditanamkan sebagai modal Perseroan adalah kepanjangan negara. Ketiga, bahwa anggapan yuridis tersebut berorientasi pada “tujuan” pengawasan negara terhadap modal yang ditanamkan pada Persero. Artinya, demi tujuan pengawasan, undangundang menghendaki adanya akses langsung terhadap kekayaan maupun pengelolaan Persero melalui pemahaman bahwa kerugian Perseroan dapat dikategorikan sebagai kerugian keuangan/kekayaan negara, dan oleh karenanya masuk dalam perbuatan pidana korupsi.

 

Penerapan adagium “lex non cogit ad impossibilia” dalam konteks BUMN, dimana hukum dan peraturan seharusnya tidak meminta perusahaan untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin atau tidak praktis, memberikan perumahan dinamis dalam lingkungan bisnis perlu terus diupayakan. Menyadari kenyataan bahwa Kementerian BUMN telah mengupayakan pelaksanaan peraturan-peraturan baru yang berorientasi pada penguatan kultur perusahaan yang berbasis profesionalisme, maka sudah saatnya keputusan-keputusan profesional bisnis tidak dibayangi dengan ancaman akan dipidanakan karena adanya perbedaan prinsip paradigma bisnis dengan kekhwatiran negara atas berkurangnya nilai kekayaan yang ditanamkan berdasarkan akibat dari keputusan bisnis sebagai suatu risiko.

 

Pembaharuan UU BUMN perlu secara tegas mencantumkan bahwa kekayaan Persero adalah milik Persero tersebut. Dengan penerapan asas lex spesialis derogat legi generali dan asas lex posteriori derogat legi priori, maka klaim kekayaan Persero sebagai keuangan/kekayaan negara bisa dikesampingkan. Pada saat yang sama, perlu kiranya dilakukan peninjauan ulang terhadap anggapan yuridis kekayaan Perseroan adalah bagian dari keuangan/kekayaan negara.

 

Profesionalisme dan integritas para pengelola Perseroan dituntut ada dalam mindset para pengelola Perseroan untuk memiliki independensi dalam setiap pengambilan keputusan bisnis dalam pengelolaan Perseroan, sehingga terbebas dari peluang terlibat dalam perbuatan moral hazard dan pelanggaran prinsip-prinsip GCG. Ramburambu kepidanaan dalam bentuk penyuapan, penggelapan, pencurian, penipuan, pemalsuan, serta hukum-hukum sektoral yang memberikan ancaman pidana, seperti pada hukum perbankan, tentu saja tetap akan berlaku bagi siapapun yang melanggarnya, baik di lingkungan Perseroan atau pun di lingkungan swasta.

Selamat Datang di Tanya Hukum BUMN
Isi Formulir Berikut untuk Mengajukan Pertanyaan.